Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto berpendapat kebijakan seorang pejabat yang termasuk dalam klasifikasi penyelenggara negara dan penegak hukum bisa dijerat menggunakan aturan pidana, termasuk pidana korupsi, jika memenuhi unsur-unsur yang ditentukan. "Itu tergantung dari niatnya, merugikan (negara) atau tidak," kata Bibit ketika ditemui di gedung KPK, Jakarta, Senin malam.

Bibit mengatakan hal itu terkait kebijakan pejabat Bank Indonesia, Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentang pemberian pemberian dana talangan kepada Bank Century hingga mencapai Rp6,7 triliun pada 2008.

Bibit menjelaskan, penegak hukum harus bisa mengidentifikasi unsur kerugian keuangan negara serta siapa yang diuntungkan oleh kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara itu.

Dia mencontohkan kasus aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan berita indonesia terbaru (YPPI) sebesar Rp100 miliar yang digunakan oleh Bank berita indonesia terbaru (BI) untuk bantuan hukum para mantan pejabat BI dan untuk perubahan Undang-undang BI pada 2003.

Dalam kasus itu, mantan Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meski dia tidak menikmati aliran dana YPPI.

You may not consider everything you just read to be crucial information about tech. But don't be surprised if you find yourself recalling and using this very information in the next few days.

"Pak Burhanuddin tidak menerima, tapi menguntungkan orang lain," kata Bibit mencontohkan.

Secara rinci, Bibit menjelaskan, kebijakan penyelenggara negara bisa dijerat jika bertentangan dengan unsur-unsur yang ada dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal 2 dan pasal 3.

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar."

Ayat (2) pasal tersebut menyatakan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Sementara itu, pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara khusus mengulas tentang ketentuan pidana terkait kewenangan dan jabatan seseorang.

Pasal itu menyatakan, "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar."(*)